CINULU.id – Pemerintah secara resmi mengajukan alokasi anggaran MBG sebesar Rp335 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026. Angka ini menempatkan program MBG sebagai salah satu pos belanja tunggal terbesar dalam sejarah fiskal Indonesia, menandakan pergeseran prioritas strategis pemerintah yang menempatkan pembangunan sumber daya manusia dan perbaikan gizi sebagai fondasi utama pembangunan nasional.
Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2026 beserta Nota Keuangannya di hadapan Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Gedung Gedung Nusantara, Jakarta, pada Jumat, 15 Agustus 2025. Alokasi yang diajukan ini menunjukkan peningkatan drastis dibandingkan pagu anggaran yang didiskusikan untuk tahun 2025, yang berada di kisaran Rp71 triliun, menggarisbawahi skala dan ambisi pemerintah untuk mengimplementasikan program ini secara penuh pada 2026.
Program yang secara resmi dikenal dengan akronim MBG ini dirancang sebagai intervensi gizi komprehensif yang menyasar kelompok-kelompok paling krusial dalam siklus kehidupan. Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menempatkan MBG sebagai agenda prioritas ketiga dari delapan agenda pembangunan nasional, setelah ketahanan pangan dan ketahanan energi. Penempatan ini menegaskan posisi investasi gizi yang setara dengan kedaulatan pangan dan energi, mengangkat status program sosial ini menjadi pilar strategis keamanan dan kemandirian bangsa.
Menerjemahkan Visi Presiden dalam Anggaran MBG
Presiden Prabowo Subianto mengartikulasikan sebuah visi yang bertumpu pada dua pilar utama: percepatan pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul dan penggerak ekonomi lokal yang inklusif. Visi ini disampaikan secara lugas dalam pidato kenegaraannya, menegaskan bahwa program MBG adalah instrumen untuk mencapai tujuan ganda tersebut.
Pilar pertama adalah investasi pada generasi masa depan. Presiden Prabowo secara tegas menyatakan bahwa tujuan utama program ini adalah menciptakan fondasi bagi lahirnya generasi yang sehat, cerdas, dan kompetitif. “Ketiga, kita bangun generasi unggul anak-anak kita melalui Makan Bergizi Gratis (MBG). Generasi unggul lahir dari tubuh yang sehat dengan gizi terpenuhi,” ujar Presiden Prabowo di Gedung MPR/DPR. Beliau juga menetapkan target terkait salah satu masalah kesehatan paling mendesak di Indonesia. “Kita hilangkan stunting dalam waktu yang secepat-cepatnya,” tegasnya. Narasi ini membingkai anggaran MBG sebagai investasi strategis dalam modal manusia (human capital) yang diharapkan dapat memberikan imbal hasil jangka panjang berupa peningkatan produktivitas dan daya saing bangsa, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.
Pilar kedua adalah menjadikan program ini sebagai mesin penggerak ekonomi di tingkat akar rumput. Desain MBG secara sadar dirancang untuk menciptakan efek pengganda ekonomi yang terdesentralisasi. Presiden Prabowo memaparkan bahwa program ini akan berdampak langsung pada perekonomian lokal. “Menciptakan ratusan ribu lapangan kerja baru dan memberdayakan jutaan petani, nelayan, peternak dan pelaku-pelaku UMKM,” katanya. Pemerintah mengklaim bahwa pada fase awal implementasinya, program ini telah menjangkau 20 juta penerima manfaat dan mulai menunjukkan dampak positif pada penciptaan lapangan kerja. Filosofi di balik desain ini adalah menyuntikkan likuiditas secara langsung ke dalam ekosistem ekonomi daerah melalui ribuan proses pengadaan skala kecil di tingkat desa dan kecamatan, yang secara langsung melibatkan produsen pangan dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) setempat.
Rincian Anggaran Rp335 Triliun: Siapa Penerima dan Bagaimana Mekanismenya?
Alokasi anggaran sebesar Rp335 triliun direncanakan untuk menjangkau target sasaran yang sangat luas, mencakup 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia pada tahun 2026. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024, sasaran utama program ini telah diidentifikasi secara spesifik ke dalam empat kelompok prioritas:
- Peserta Didik: Mencakup anak-anak pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, baik di sekolah umum, kejuruan, keagamaan, sekolah luar biasa, hingga pesantren.
- Anak Usia di Bawah Lima Tahun (Balita): Kelompok ini menjadi sasaran krusial untuk mencegah dampak permanen dari kekurangan gizi pada periode emas pertumbuhan.
- Ibu Hamil: Pemenuhan gizi selama kehamilan ditujukan untuk mencegah komplikasi, kelahiran prematur, dan kasus stunting sejak dalam kandungan.
- Ibu Menyusui: Gizi yang cukup bagi ibu menyusui esensial untuk produksi Air Susu Ibu (ASI) yang berkualitas dan mendukung tumbuh kembang bayi secara optimal.
Lembaga yang ditunjuk sebagai ujung tombak pelaksanaan program masif ini adalah Badan Gizi Nasional (BGN). Dengan mandat tersebut, BGN diproyeksikan menjadi kementerian/lembaga (K/L) dengan alokasi anggaran belanja tertinggi dalam RAPBN 2026.
Sebuah detail krusial mengenai penggunaan anggaran ini diungkapkan oleh Kepala BGN, Dadan Hindayana. Ia menjelaskan bahwa keseluruhan dana Rp335 triliun pada tahun 2026 dialokasikan murni untuk belanja program, yaitu pengadaan bahan pangan, pengolahan, dan distribusi makanan kepada penerima manfaat. Anggaran tersebut tidak lagi mencakup biaya pembangunan infrastruktur seperti Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur-dapur komunal. Menurutnya, pembangunan infrastruktur pendukung telah diselesaikan pada tahun anggaran 2025, sebagian besar melalui kemitraan dengan pihak swasta. Klarifikasi ini menandakan bahwa program MBG akan beralih dari fase persiapan pada 2025 ke fase implementasi penuh pada 2026.
Proses penetapan angka Rp335 triliun sendiri melalui pembahasan intensif. Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR pada Juli 2025, BGN menyatakan bahwa pagu indikatif awal yang ditetapkan sebesar Rp217 triliun tidak akan mencukupi untuk membiayai program bagi 82,9 juta penerima selama setahun penuh. BGN menghitung bahwa pagu tersebut hanya akan cukup untuk pelaksanaan hingga Agustus 2026. Oleh karena itu, BGN mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp118 triliun, sehingga total anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp335 triliun, yang kemudian disetujui untuk diajukan dalam RAPBN 2026.
Anggaran MBG dalam Peta Fiskal RAPBN 2026
Untuk memahami skala komitmen pemerintah terhadap program Makan Bergizi Gratis, penting untuk menempatkan alokasi anggarannya dalam konteks arsitektur RAPBN 2026 secara keseluruhan. Dalam pidatonya, Presiden Prabowo memaparkan bahwa total Belanja Negara untuk tahun 2026 dirancang sebesar Rp3.786,5 triliun, dengan target Pendapatan Negara mencapai Rp3.147,7 triliun. Hal ini menghasilkan proyeksi defisit anggaran sebesar Rp638,8 triliun atau setara dengan 2,48% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Di dalam kerangka fiskal ini, anggaran MBG sebesar Rp335 triliun menempati posisi yang sangat dominan. Jika dibandingkan dengan alokasi untuk sektor-sektor prioritas lainnya, besaran anggaran MBG menunjukkan sebuah penekanan kebijakan yang luar biasa.
Tabel 1: Alokasi Anggaran Sektor Prioritas dalam RAPBN 2026 (dalam Triliun Rupiah)
Sektor Prioritas | Alokasi Anggaran |
Pendidikan | Rp757,8 |
Percepatan Investasi & Perdagangan Global | Rp530,0 |
Perlindungan Sosial | Rp508,2 |
Ketahanan Energi | Rp402,4 |
Makan Bergizi Gratis (MBG) | Rp335,0 |
Kesehatan | Rp244,0 |
Pertahanan Semesta | Rp185,0 |
Pembangunan Desa, Koperasi, & UMKM | Rp181,8 |
Ketahanan Pangan | Rp164,4 |
Sumber: Diolah dari Pidato Presiden dan Keterangan Pers Kementerian Keuangan
Tabel di atas menunjukkan bahwa anggaran MBG melampaui anggaran untuk sektor kesehatan (Rp244 triliun) dan hampir dua kali lipat dari anggaran pertahanan (Rp185 triliun). Anggaran ini juga melampaui alokasi spesifik untuk ketahanan pangan (Rp164,4 triliun), yang mengindikasikan bahwa pemerintah memandang intervensi gizi sebagai strategi ketahanan pangan yang lebih langsung.
Implikasi fiskal dari alokasi ini sangat signifikan. Salah satu penyesuaian dalam postur RAPBN 2026 adalah penurunan pada alokasi Transfer ke Daerah (TKD), yang diproyeksikan susut hingga 29% menjadi Rp650 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa penurunan ini terjadi karena sebagian dana “dialihkan ke belanja K/L” atau belanja pemerintah pusat. Ketika data ini dihubungkan dengan fakta bahwa BGN, sebagai pelaksana MBG, menjadi K/L dengan pagu anggaran terbesar, terlihat bahwa peningkatan belanja pemerintah pusat untuk program MBG dibiayai salah satunya dengan mengurangi dana yang ditransfer ke pemerintah daerah.
Pendapat dari Kalangan Parlemen dan Ekonom
Proposal anggaran untuk program MBG menuai beragam respons dari berbagai pemangku kepentingan. Secara umum, terdapat dukungan terhadap tujuan program, namun diiringi dengan catatan mengenai risiko fiskal dan tantangan implementasi.
Dari sisi legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunjukkan sikap waspada. Dalam rapat dengar pendapat, Komisi IX DPR secara eksplisit mengingatkan BGN agar berhati-hati terhadap potensi “pemborosan” dalam penggunaan anggaran yang begitu besar. Anggota dewan lainnya juga menekankan pentingnya pengelolaan APBN yang akuntabel untuk menekan “potensi kebocoran anggaran,” memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan manfaat nyata bagi rakyat.
Sementara itu, kalangan ekonom memberikan analisis yang menyoroti potensi manfaat dan risiko makroekonomi. Lembaga pemikir Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksikan bahwa program MBG memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan. Sebagai gambaran, alokasi sebesar Rp71 triliun saja diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan PDB sebesar 0,06% dan menyerap hingga 820.000 tenaga kerja. Dengan anggaran Rp335 triliun, potensi dampak positifnya bisa jauh lebih besar.
Namun, INDEF juga menyuarakan kekhawatiran mengenai keberlanjutan fiskal. Para analisnya menilai postur RAPBN 2026 bersifat “kontradiktif” dan dapat meningkatkan “risiko fiskal”. Terdapat ketegangan antara target belanja yang ekspansif dengan proyeksi penerimaan negara yang relatif stagnan, yang berpotensi memperlebar defisit. Selain itu, INDEF mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai potensi lonjakan inflasi pangan. Peningkatan permintaan bahan pangan secara masif akibat program MBG, jika tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan yang memadai, dapat memicu kenaikan harga pangan.
Tantangan Eksekusi dan Akuntabilitas Anggaran
Dengan alokasi anggaran sebesar Rp335 triliun, program Makan Bergizi Gratis menjadi salah satu program dengan pagu tunggal terbesar dalam RAPBN 2026. Skala program ini membawa tantangan signifikan dalam hal eksekusi dan akuntabilitas. Program ini dirancang untuk menjangkau 82,9 juta penerima di seluruh Indonesia dengan melibatkan produsen pangan dan UMKM lokal, sebuah desain yang memiliki kompleksitas logistik tinggi.
Kompleksitas ini sejalan dengan kekhawatiran yang disuarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang mengingatkan adanya potensi pemborosan dan kebocoran anggaran. Oleh karena itu, efektivitas implementasi dan pengawasan menjadi kunci untuk memastikan dana yang dialokasikan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu perbaikan gizi, penurunan stunting, dan pemberdayaan ekonomi lokal.
Menanggapi besarnya tanggung jawab pengelolaan dana publik ini, Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraannya memberikan penekanan khusus pada pentingnya menjaga uang rakyat. “Setiap rupiah, setiap rupiah uang rakyat harus kita jaga, harus kita jaga. Jangan seenaknya main-main dengan uang rakyat, jangan seenak-enaknya,” tegas Presiden. Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen pemerintah untuk melaksanakan program ini dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Responses