CINULU.id– Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) secara resmi telah menetapkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 429 Tahun 2025 tentang Gelar Lulusan Ma’had Aly. Regulasi ini menjadi tonggak sejarah baru bagi dunia pendidikan pesantren di tanah air, memberikan pengakuan dan status kesetaraan yang telah lama dinantikan bagi para santri dan lulusannya.
Dengan terbitnya KMA ini, gelar lulusan Ma’had Aly kini memiliki landasan hukum yang kuat dan diakui setara dengan gelar sarjana (S1) dan magister (S2) dari perguruan tinggi umum maupun perguruan tinggi keagamaan lainnya. Keputusan ini tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga membuka lebar pintu bagi para lulusan untuk berkiprah di berbagai sektor profesional, termasuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Lahirnya KMA 429 Tahun 2025 merupakan implementasi langsung dari amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Kebijakan atau peraturan tersebut secara fundamental telah mengakui Ma’had Aly sebagai lembaga pendidikan tinggi formal yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam bidang penguasaan ilmu agama Islam berbasis kitab kuning. KMA ini berfungsi sebagai peraturan teknis yang mengukuhkan rekognisi tersebut ke dalam sistem pendidikan nasional.
Secara yuridis, KMA 429 Tahun 2025 didasarkan pada serangkaian peraturan perundang-undangan yang solid, antara lain Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan, yang menegaskan posisi Ma’had Aly sebagai bagian integral dari sistem pendidikan tinggi di Indonesia.
Nomenklatur Gelar Khas Pesantren
Salah satu poin utama dalam KMA 429 Tahun 2025 adalah penetapan nomenklatur atau tata nama gelar lulusan Ma’had Aly yang unik dan mencerminkan kekhasan keilmuan pesantren. Gelar-gelar ini dirancang spesifik untuk setiap takhasus (spesialisasi) yang diajarkan, berbeda dari gelar umum seperti Sarjana Agama (S.Ag.) yang biasa ditemui di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
Berdasarkan lampiran KMA tersebut, ditetapkan sembilan takhasus dengan gelar jenjang sarjana dan magister. Beberapa di antaranya adalah:
- Untuk takhasus Fikih dan Ushul Fikih, gelar jenjang Sarjana adalah Sarjana Fikih (S.F.U.) dan jenjang Magister adalah Magister Fikih (M.F.U.).
- Untuk takhasus Al-Qur’an dan Ilmu Al-Qur’an, gelar jenjang Sarjana adalah Sarjana Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an (S.Q.U.) dan jenjang Magister adalah Magister Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an (M.Q.U.).
- Untuk takhasus Hadis dan Ilmu Hadis, gelar jenjang Sarjana adalah Sarjana Hadis dan Ulumul Hadis (S.H.U.) dan jenjang Magister adalah Magister Hadis dan Ulumul Hadis (M.H.U.).
- Untuk takhasus Tafsir dan Ilmu Tafsir, gelar jenjang Sarjana adalah Sarjana Tafsir dan Ulumut Tafsir (S.T.U.) dan jenjang Magister adalah Magister Tafsir dan Ulumut Tafsir (M.T.U.).
Penetapan nomenklatur yang khas ini bertujuan untuk merepresentasikan kedalaman dan spesialisasi keilmuan yang diajarkan di Ma’had Aly, yang berfokus pada penguasaan literatur klasik Islam atau yang lebih dikenal dengan kitab kuning.
Peluang Menjadi ASN dan Pengakuan di Dunia Kerja
Implikasi paling signifikan dari KMA 429 Tahun 2025 adalah pengakuan formal gelar lulusan Ma’had Aly dalam sistem rekrutmen nasional, khususnya sebagai ASN. Jauh sebelum KMA ini disahkan, pemerintah telah menunjukkan komitmennya untuk mengakomodasi lulusan pesantren.
Berdasarkan kesepakatan antara Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Menteri Agama, lulusan Ma’had Aly dipastikan dapat mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Secara spesifik, ribuan formasi telah disiapkan untuk jabatan penyuluh agama, yang kualifikasi pendidikannya kini dapat diisi oleh para sarjana dari Ma’had Aly.
Kementerian PANRB menyatakan bahwa Badan Kepegawaian Negara (BKN) akan menindaklanjuti kesepakatan tersebut dengan melakukan klasifikasi teknis terhadap gelar-gelar baru ini agar dapat terintegrasi dalam sistem pendaftaran SSCASN (Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara). Proses ini juga akan melibatkan Majelis Masyayikh sebagai lembaga yang berwenang dalam penjaminan mutu pendidikan pesantren.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Suyitno, dalam sebuah keterangan yang dimuat di berbagai media pada pertengahan 2025, menegaskan bahwa KMA ini adalah wujud nyata kehadiran negara dalam memberikan pengakuan. “Dengan adanya KMA ini, lulusan Ma’had Aly memiliki hak yang sama dan setara untuk menggunakan gelarnya, melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, serta mendapatkan kesempatan kerja yang lebih luas, baik di sektor pemerintah maupun swasta,” ujarnya.
Penjaminan Mutu Melalui Majelis Masyayikh
Seiring dengan pengakuan gelar, pemerintah juga telah menyiapkan mekanisme penjaminan mutu untuk memastikan kualitas gelar lulusan Ma’had Aly setara dengan standar nasional pendidikan tinggi. Peran sentral dalam penjaminan mutu ini dipegang oleh Majelis Masyayikh, sebuah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan amanat UU Pesantren.
Majelis Masyayikh berfungsi sebagai lembaga penjaminan mutu eksternal bagi pendidikan pesantren, setara dengan peran Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) di lingkup pendidikan tinggi umum. Lembaga ini bertugas merumuskan standar mutu, melakukan akreditasi, dan memastikan bahwa setiap Ma’had Aly yang mengeluarkan ijazah dan gelar telah memenuhi standar kurikulum, kualifikasi dosen (masyayikh), sarana prasarana, serta proses pembelajaran yang ditetapkan.
Dasar operasional penjaminan mutu ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 941 Tahun 2024 tentang Standar Mutu Pendidikan Pesantren pada Ma’had Aly. Regulasi ini menjadi panduan bagi Majelis Masyayikh dan penyelenggara Ma’had Aly untuk menjaga kualitas dan kredibilitas akademik.
Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan ini merupakan hasil dari proses panjang yang melibatkan berbagai pihak, terutama komunitas pesantren itu sendiri. Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI) telah lama menyuarakan aspirasi untuk “rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi” dari negara. Dalam Musyawarah Nasional mereka pada tahun 2023, AMALI secara aktif mendorong perumusan Standar Nasional Ma’had Aly (SINMA) yang menjadi salah satu cikal bakal dari kerangka penjaminan mutu yang ada saat ini.
Dengan terbitnya KMA 429 Tahun 2025, era baru pendidikan tinggi pesantren telah dimulai. Lulusan Ma’had Aly kini dapat melangkah dengan percaya diri, membawa bekal keilmuan Islam klasik yang mendalam untuk berkontribusi secara lebih luas bagi pembangunan bangsa dan negara dengan status dan pengakuan yang setara.
Responses