Fakta-fakta Siswa Keracunan MBG: Ratusan Korban Berjatuhan

Siswa Keracunan MBG
Salah satu potret penyajian Makan Bergizi Gratis (MBG) - (Foto: Kompas)

CINULU.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang menjadi solusi pemenuhan gizi anak bangsa kini berada di bawah sorotan tajam. Serangkaian insiden Siswa Keracunan MBG yang menimpa ratusan siswa di berbagai daerah telah membuka kenyataan pahit kemungkinan adanya kegagalan sistemik dalam pengawasan dan standar keamanan pangan. Kasus-kasus ini, dari Sragen hingga Cianjur, bukan lagi sekadar insiden terisolasi, melainkan sebuah pola krisis kesehatan publik yang mengkhawatirkan.

Puncak Kejadian di Sragen: 251 Korban dalam Satu Insiden

Tragedi paling anyar dan berskala besar terjadi di Kecamatan Gemolong, Sragen, Jawa Tengah, pada awal Agustus 2025. Sebanyak 251 orang, yang terdiri dari siswa, guru, karyawan sekolah, hingga anggota keluarga mereka di SDN 4 Gemolong dan SMPN 3 Gemolong, menjadi korban setelah menyantap menu MBG.

Para siswa mulai menyantap menu nasi kuning, orek telur, dan sayuran pada Senin, 11 Agustus 2025, sekitar pukul 09.15 WIB. Namun, tak lama berselang, kejanggalan mulai dirasakan. Seorang siswa memberikan kesaksian mengenai kualitas makanan yang diterimanya.

“Yang pertama nasi kuning asin, sayur-sayuran timun sama selada sudah bolong-bolong hitam, tidak saya makan, sudah berbeda, sama telurnya asin,” ungkap seorang siswa bernama Faqih, seperti dikutip dari laporan media.

Gejala seperti mual, pusing, dan diare muncul secara bertahap, mulai dari siang hari hingga dini hari keesokan harinya, yang membuat skala sebenarnya dari insiden ini baru terungkap penuh pada Selasa, 12 Agustus 2025.

Menghadapi krisis ini, Pemerintah Kabupaten Sragen bergerak cepat. Bupati Sragen, Sigit Pamungkas, segera memerintahkan penghentian sementara distribusi MBG dari penyedia terkait dan melakukan inspeksi mendadak ke dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Kami respons cepat dengan mendatangi penyedia Makan Bergizi Gratis… Per data hari ini yang melaporkan kena dugaan keracunan tadi ada 251 orang,” kata Sigit kepada awak media di Gemolong pada Selasa, 12 Agustus 2025. Dalam sidak tersebut, Sigit secara terbuka mengakui adanya kekurangan. “Kalau sejauh yang kita lihat memang harus ada beberapa yang dirapikan ya di bagian pembersihan begitu,” ungkapnya.

Pola Kesalahan yang Terus Berulang

Insiden di Sragen bukanlah yang pertama. Sepanjang tahun 2025, sudah banyak peristiwa serupa yang terjadi.

  • Sukoharjo, Januari 2025: Sebanyak 50 siswa SDN Dukuh 03 mengalami gejala keracunan. Pihak penyedia dari Kodim 0726 Sukoharjo mengakui bahwa ayam goreng tepung yang disajikan dimasak kurang matang.
  • Cianjur, April 2025: Lebih dari 165 siswa dari MAN 1 Cianjur dan SMP PGRI 1 Cianjur menjadi korban, mendorong Pemkab Cianjur menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
  • Bandung, April 2025: Sebanyak 342 siswa SMPN 35 Bandung dilaporkan mengalami diare, muntah, dan pusing setelah mengonsumsi menu makaroni dan sayuran yang diduga basi.
  • Bogor, Mei 2025: Krisis kembali memuncak dengan 223 siswa dari sembilan sekolah (TK hingga SMA) menjadi korban. Insiden ini juga memaksa Pemkot Bogor menetapkan status KLB.
  • Kupang & Sumba Barat Daya, Juli 2025: Total 215 pelajar di Nusa Tenggara Timur dilaporkan mengalami gejala serupa, memicu kepanikan dan penghentian sementara program di sejumlah sekolah.

Kontaminasi Bakteri Berbahaya

Dugaan mengenai kualitas makanan yang buruk dikonfirmasi oleh hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh pihak kepolisian di beberapa lokasi. Temuan ini memberikan bukti tak terbantahkan mengenai adanya kontaminasi bakteri berbahaya.

Di Cianjur, hasil uji laboratorium yang diungkap oleh Polres Cianjur menemukan adanya bakteri Staphylococcus sp. dan Escherichia coli. Kasatreskrim Polres Cianjur, AKP Tono Listianto, dalam keterangannya kepada media menjelaskan bahwa bakteri tersebut tidak hanya ditemukan pada sampel makanan seperti bawang goreng dan muntahan siswa, tetapi juga pada wadah makanan plastik atau “ompreng” yang digunakan. Temuan ini mengindikasikan adanya masalah kontaminasi silang akibat sanitasi peralatan yang tidak memadai.

Sementara itu, di Bogor, hasil pengujian dari Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) mengonfirmasi adanya bakteri E.coli dan Salmonella pada paket menu MBG yang disediakan oleh dapur SPPG Bosowa Bina Insani. Kehadiran bakteri ini menunjukkan adanya kegagalan ganda, baik dalam proses memasak maupun standar kebersihan.

Menanggapi rentetan kasus ini, Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan akan menanggung seluruh biaya pengobatan para korban dan berjanji akan memberikan teguran keras kepada SPPG yang lalai. Namun, pernyataan Kepala BGN, Dadan Hindayana, menuai kritik publik karena dianggap meremehkan penderitaan para korban.

Dalam sebuah kesempatan pada Jumat, 25 April 2025, Dadan Hindayana mengklaim bahwa tingkat insiden keracunan “hanya 0,5 persen”.

Di tingkat daerah, para kepala daerah menunjukkan respons yang lebih tegas. Selain Bupati Sragen, Wali Kota Kupang, Christian Widodo, juga turun langsung mengunjungi para siswa yang dirawat.

“Yang paling utama sekarang adalah keselamatan anak-anak kita. Jangan dulu sibuk mencari siapa salah, siapa benar, sementara anak-anak sedang butuh pertolongan medis,” ujarnya saat meninjau kondisi korban di sebuah rumah sakit di Kupang, Rabu, 23 Juli 2025.

Pihak kepolisian di berbagai daerah juga telah memulai penyelidikan untuk mendalami ada atau tidaknya unsur kelalaian atau pidana. Di Cianjur, polisi telah memeriksa hingga 30 orang saksi, mulai dari penanggung jawab SPPG, juru masak, hingga kurir pengantar makanan.

Responses

Cinulu adalah platform terbuka bagi para pelajar untuk berbagi karya melalui tulisan dalam bentuk artikel, opini, sampai dengan rekomendasi buku. Kamu juga bisa menulis disini dengan cara bergabung sebagai anggota di website ini. Gratis!

Bagikan post ini!

Buku